Princess Elsa Mahromi
Rabu, 30 Maret 2016
Ekonomi Mikro dan makro
Princess Elsa Mahromi
Sabtu, 12 Desember 2015
Jumat, 11 Januari 2013
Secret History
Istana
Alhambra Warisan Kejayaan Islam Masa Silam
Istana
Alhambra didirikan oleh kerajaan Bani Ahmar atau bangsa Moor dari daerah Afrika
Utara. Bani Ahmar adalah penguasa kerajaan Islam terakhir yang berkuasa di
Andalusia (Spanyol).
Istana
Alhambra berdiri kokoh di bukit La Sabica, Granada, Spanyol. Ia menjadi saksi
bisu sekaligus bukti sejarah kejayaan Islam di Spanyol (dulu Andalusia).
Nama
Alhambra berasal dari bahasa Arab, hamra’ , bentuk jamak dari ahmar
yang berarti “merah”. Dinamakan Istana Alhambra–yang berarti Istana
Merah–karena bangunan ini banyak dihiasi ubin-ubin dan bata-bata berwarna
merah, serta penghias dinding yang agak kemerah-merahan dengan keramik yang
bernuansa seni Islami, di samping marmer-marmer yang putih dan indah.
Namun
demikian, ada pula yang berpendapat, nama Alhambra diambil dari Sultan Muhammad
bin Al-Ahmar, pendiri kerajaan Islam Bani Ahmar –kerajaan Islam terakhir
yang berkuasa di Spanyol (1232-1492 M).
Selain
menjadi bukti kejayaan Islam, Istana Alhambra yang bernilai seni arsitektur
tinggi ini juga memperlihatkan peradaban tinggi umat Islam tempo dulu.
Istana
Alhambra adalah simbol puncak kejayaan Islam di Spanyol. Islam masuk ke negeri
ini dibawa oleh pasukan Islam pimpinan Thariq bin Ziyad yang dikirim raja muda
Islam di Afrika, Musa bin Nusair. Pasukan Islam sendiri datang untukmemerdekakan
Andalusia (Spanyol) dari kekacauan hebat atas permintaan Gubernur Ceuta,
Julian.
Tempat
tinggal Raja Moor tempo dulu
Thariq
membawa sekitar 12.000 pasukan ke Gibraltar pada Mei 711 M. Ia memasuki Spanyol
lewat selat di antara Maroko dan Spanyol yang kemudian diberi nama sesuai
dengan namanya, Jabal Thariq.
Tanggal 19
Juli 711 M pasukan Islam mengalahkan pasukan Kristen di daerah Muara Sungai
Barbate, dan terus menguasai kota-kota penting –Toledo, Kordoba, Malaga, dan
Granada, hingga akhirnya Spanyol berada di bawah kekuasaan Khilafah Bani
Umayyah (Suriah). Sejumlah kerajaan Islam pun berdiri di Spanyol, seperti di
Toledo (Raja Muda, 711-756 M), Malaga (Raja Hamudian, 1010-1057), Saragoza
(Raja Tujbiyah, 1019-1039 dan Raja Huddiyah, 1039-1142), Valencia (Raja
Amiriyah, 1021-1096), Badajos (Raja Aftasysyiyah, 1022-1094), Sevilla (Raja
Abbadiyah, 1023-1069), dan Toledo (Raja Dzun Nuniyah, 1028-1039).
Hampir
delapan abad lamanya Islam berkuasa di Spanyol dengan ibukotanya Cordoba. Selain
Istana Alhambra, satu lagi monumen penting kejayaan Islam di Spanyol adalah
Masjid Cordoba yang kini beralihfungsi menjadi Gereja Santa Maria de la Sede
atau katedral “Virgin of Assumption”.
Daulah Bani
Ahmar
Istana
Alhambra didirikan oleh kerajaan Bani Ahmar atau bangsa Moor (Moria) dari
daerah Afrika Utara. Bangsa Moor adalah penguasa kerajaan Islam terakhir yang
berkuasa di Andalusia (Spanyol), Daulah Bani Ahmar (1232-1492 M). Kerajaan ini
didirikan oleh Sultan Muhammad bin Al-Ahmar atau Bani Nasr yang masih keturunan
Sa’id bin Ubaidah, seorang sahabat Rasulullah saw dari suku Khazraj di Madinah.
Pembangunan
Istana Alhambra dilakukan secara bertahap, antara tahun 1238 dan 1358 M. Istana
ini dilengkapi taman juga bunga-bunga indah nan harum. Ada juga Hausyus Sibb
(Taman Singa) yang dikelilingi oleh 128 tiang yang terbuat dari marmer.
Di taman ini
pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan 12 patung singa yang
berbaris melingkar, yakni dari mulut patung singa-singa tersebut keluar air
yang memancar. Di dalamnya terdapat berbagai ruangan yang indah, yaitu Ruangan
Al-Hukmi (Baitul Hukmi), yakni ruangan pengadilan dengan luas 15 m x 15
m yang dibangun oleh Sultan Yusuf I (1334-1354); Ruangan Bani Siraj (Baitul
Bani Siraj), ruangan berbentuk bujur sangkar dengan luas bangunan 6,25 m x
6,25 m yang dipenuhi dengan hiasan-hisan kaligrafi Arab.
Ada pula
Ruangan Bersiram (Hausy ar-Raihan), ruangan yang berukuran 36,6 m x 6,25
m yang terdapat pula al-birkah atau kolam pada posisi tengah yang
lantainya terbuat dari marmer putih. Luas kolam ini 33,50 m x 4,40 m dengan
kedalaman 1,5 m, yang di ujungnya terdapat teras serta deretan tiang dari
marmer; Ruangan Dua Perempuan Bersaudra (Baitul al-Ukhtain), yaitu ruang
yang khusus untuk dua orang bersaudara perempuan Sultan Al-Ahmar; Ruangan
Sultan (Baitul al-Mulk); dan masih banyak ruangan-ruangan lainnya,
seperti ruangan Duta, ruangan As-Safa’, ruangan Barkah, Ruangan Peristirahatan
sultan dan permaisuri. Di sebelah utara ruangan ini ada sebuah masjid yakni
Masjid Al-Mulk.
Selain itu,
istana merah ini dikelilingi oleh benteng dengan plesteran yang
kemerah-merahan. Yang lebih unik lagi pada bagian luar dan dalam istana ini
ditopang oleh pilar-pilar panjang sebagai penyangga juga penghias istana
Alhambra. Dinding luar dan dalam istana banyak dihiasi kaligrafi dengan ukiran
khas yang sulit dicari tandingannya hingga kini.
Pada masa
kejayaannya, istana ini dilengkapi pula dengan barang-barang berharga yang
terbuat dari logam mulia, perak, dan permadani-permadani indah yang masih alami
(buatan tangan).
Daulah Bani
Ahmar bermula dari kerajaan kecil, namun dengan cepat menjadi kerajaan kuat dan
megah, hingga berkuasa selama sekitar 2,5 abad. Selain keshalihan dan
kecerdasan para pemimpinnya, kejayaan Daulah Bani Ahmar ditunjang oleh keadaan
alam wilayah Granada yang termasuk bukit atau pegunungan yang indah, dengan
ketinggian kurang lebih 150 m, dan luas kira-kira 14 ha. Dengan kondisi
geografis demikian, daerah kerajaan ini sulit dimasuki musuh. Daerah ini
sekarang dinamakan Bukit La Sabica.
Raja-raja
Bani Ahmar sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Saat itu bidang
pertanian dan perdagangan sangat maju. Yang menyebabkan kerajaan ini jatuh
adalah kerapuhan dari dalam, yakni sengketa yang terjadi di dalam kerajaan
sendiri.
Sultan
Muhammad XII Abu Abdillah an Nashriyyah, raja terakhir Bani Ahmar, tidak
berhasil mempertahankan kerukunan keluarga kerajaan. Akhirnya energi mereka
terkuras. Akibat fatalnya, kerajaan pun tidak dapat bertahan ketika datang
serangan dari dua buah kerajaan Kristen yang bersatu, Raja Ferdinand V dan Ratu
Isabella. Kedua pemimpin kerajaan ini pula yang mendukung penjelajahan Columbus
tahun 1492 M.
Pada
pertengahan 1491, Raja Ferdinand V mengepung Granada selama tujuh bulan. Ia
berhasil menguasai kota Malaga –kota pelabuhan terkuat di Andalusia, lalu
Guadix dan Almunicar, Baranicar, dan Almeria. Basis kerajaan Bani Ahmar,
Granada, pun akhirnya tunduk, tepatnya tanggal 2 Januari 1492 M/2 Rabiul Awwal
898 H. Kota ini diserahkan oleh raja terakhir Bani Ahmar, Abu Abdillah. Prosesi
penyerahan Granada dilakukan di halaman Istana Alhambra.
Keberhasilan
Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella menguasai Granada, membuat Paus Alexander VI
(1431-1503) yang terkenal dengan perjanjian Tordesillasnya tahun 1494 memberi
gelar kepada raja dan ratu ini sebagai “Catholic Monarch” atau “Los Reyes
Catolicos” atau Raja Katolik.
Kejatuhan
Daulah Bani Ahmar merupakan akhir sejarah kejayaan Islam di Spanyol. Pasca
kejatuhan kerajaan Islam terakhir ini, umat Islam diberi dua pilihan: berpindah
keyakinan (masuk Kristen) atau keluar dari tanah Spanyol.
Memasuki
Abad 16, Andalusia (Spanyol) yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam, bersih
dari keberadaan umat Islam. Kemegahan dan keindahan Istana Alhambra pun luntur
setelah menjadi Istana Kristen. Demikian pula Masjid Cordova yang dijadikan
katedral “Virgin of Assumption”.
Namun Islam
tidak benar-benar lenyap di negeri ini. Kini umat Islam di Spanyol diperkirakan
sudah mencapai 750.000 orang (data sensus 2000) dari 40 juta jumlah total
penduduk Spanyol. Islam menggeliat bangkit ketika pemerintah Spanyol mengakui
Islam sebagai agama resmi berdasarkan UU Kebebasan Beragama yang disahkan pada
Juni 1967.
Di ibukota
Madrid terdapat 500 ribu Muslim, kebanyakan imigran asal Maroko, Algeria, dan
negara-negara Arab lain. Gema adzan pun mulai marak berkumandang di beberapa
masjid. Belum lagi banyak pesepakbola Muslim di klub-klub sepakbola elit
Spanyol saat ini. Semoga kejayaan masa lampau itu kembali diraih.
Jumat, 27 Juli 2012
Sejarah Kita
Perancang Lambang Garuda Pancasila yang Terlupakan
Siapa tak kenal burung Garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila). Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913.
Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab –walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Syarif Abdul Hamid Alkadrie menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat di marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974 Rancangan terakhir inilah yang menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No 66 Tahun 1951. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Turiman SH M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar Magister Hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara. “Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data. Dari tahun 1998-1999,” akunya. Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Masagung Jakarta, Badan Arsip Nasional, Pusat Sejarah ABRI dan tidak ketinggalan Keluarga Istana Kadariah Pontianak, merupakan tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpulkan bahan penulisan tesis yang diberi judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI (Suatu Analisis Yuridis Normatif Tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan). Di hadapan dewan penguji, Prof Dr M Dimyati Hartono SH dan Prof Dr H Azhary SH dia berhasil mempertahankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan. Mulai dari sketsa awal hingga sketsa akhir. Garuda Pancasila adalah rancangan Sultan Hamid II,” katanya pasti. Besar harapan masyarakat Kal-Bar dan bangsa Indonesia kepada Presiden RI SBY untuk memperjuangkan karya anak bangsa tersebut, demi pengakuan sejarah, sebagaimana janji beliau ketika berkunjung ke Kal-Bar dihadapan tokoh masyarakat, pemerintah daerah dan anggota DPRD Provinsi Kal-Bar
SEJARAH KOREA
:: ~ Sejarah Korea ~ ::
Sejarah awal
Korea berkisar di sekitar kerajaan kuno Choson yang muncul sekitar 2.300 tahun
sebelum Masehi. Pada sekitar abad ke 2 sebelum Masehi, bangsa Cina mendirikan
koloni di daerah kerajaan tersebut. Namun, lima abad kemudian, bangsa Korea
mengusir mereka keluar. Sejak itu, muncul sebuah kerajaan, yaitu kerajaan
Silla. Kerajaan Silla (668 – 935) membawa puncak ilmu pengetahuan dan budaya
yang besar. Akibat adanya kerusuhan yang terjadi di dalam negeri pada abad ke
10, dinasti Silla jatuh dan digantikan oleh dinasti Koryo. Selama periode
kepemimpinan dinasti Koryo (935 – 1392, Korea mengalami banyak serbuan. Tentara
Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan menyerbu dan akhirnya menguasa Korea
sehingga Korea menjadi bagian kekaisaran Mongol.
Setelah
runtuhnya Mongol pada akhir abad ke 14, berbagai golongan bangsawan dan militer
berusaha memegang kekuasaan di Korea . Akhirnya, seorang jenderal yang bernama
Yi Sung-Gy menghilangkan pemerintahan yang korup dan mendirikan dinasti Yi
(1392 – 1910). Kongfucuisme diperkenalkan sebagai agama resmi. Reformasi
politik dan social dimulai. Ibu kota negara dipindahkan dari Kaesong ke Seoul .
Namun , Korea masih tetap terancam oleh Cina dan Jepang. Kedua negara tersebut
ingin menguasai Korea untuk memperluas wilayah mereka. Setelah serangan yang
gagal dari kepang pada tahun 1592 – 1598, Korea jatuh di bawah kekuasaan Manchu
dari utara. Beberapa abad berikutnya, Korea menutup diri dari pergaulan dunia
menjadi negara pertapa. Pada tahun 1800-an, Rusia, Jepang, dan Cina bersaing
untuk menguasai Korea . Setelah perang Rusia – Jepang pada tahun 1904 - 1905,
Jepang bergerak ke semenanjung Korea dan mendudukinya pada tahun 1910. Pada
tahun 1919, penduduk Korea mengadakan demonstrasi secara damai karena
menginginkan kemerdekaan. Akan tetapi, polisi Jepang membubarkannya, malah ada
yang dibunuh dalam aksi tersebut.
Pada tahun
1945, di akhir perang dunia II, tentara Uni Soviet menduduki bagian utara Korea
sedangkan tentara Amerika di bagian selatan. Setelah membuat suatu perjanjian,
Korea dibagi sejajar dengan garis lintang 38˚. Pada bagian selatan berdirilah
Republik Korea , sedangkan di daerah utara didirikan Republik Demokratik Rakyat
Komunis.
Pada tanggal 25
Juni 1950, tentara Korea Utara menyerang Korea Selatan dalam upaya menyatukan
Korea dibawah kekuasaan komunis. Korea Utara yang memakai persenjataan yang
disediakan oleh Uni Soviet menang atas Korea Selatan. Akan tetapi, atas bantuan
PBB, Korea Selatan diselamatkan atas kekalahan dan pertempuran pun diakhiri
dengan gencatan senjata pada bulan Juli 1953. Sejak saat itu, berbagai
perundingan yang dilakukan untuk menyatukan Korea selalu gagal.
Langganan:
Postingan (Atom)