Sumber : http://raytkj.blogspot.com/2011/03/cara-pasang-read-more-otomatis-di-blog.html#ixzz1z7yeR7Nh

Minggu, 10 Juni 2012

ABSEN KE 21/VI /A PEMBIYAAN L/C PADA BANK SYARI'AH OLEH ELSA MAHROMI ( 10916004986 )

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam syariah Islam pada dasarnya tidak ada larangan bagi muslim untuk bekerja sama dengan golongan non muslim. Hal ini juga ditafsirkan bahwa hubungan bank syariah dengan bank konvensional dapat melakukan kerjasama dalam bidang usaha apapun sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Hubungan kerjasama antara bank syariah dengan bank konvensional merupakan termasuk kategori hubungan hukum muamalah yang bersifat terbuka dan fleksibel yang dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman.
Ketentuan-ketentuan dalam Lex Mercatoria sebagai dasar yang dipakai dalam
pengaturan hukum dagang internasional termasuk dalam ketentuan yang dikeluarkan oleh ICC sangat relevan dengan prinsip-prinsip dalam ekonomi Islam. Seperti yang tercantum dalam Lex Mercatoria Principles diantaranya mensyaratkan adanya azas itikad baik dan fairness dalam perdagangan internasional (Chapter I general Provisions), dan azas pacta sunt servanda (chapter IV : Contract No. IV.1.2). Asas-asas tersebut juga tercantum dalam ketentuan KUH Perdata di Indonesia seperti dalam ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, yang telah mewadahi Letter Of Credit pada Bank Syari’ah, mengingat  Prosfek Bank Syari’ah yang sangat menjanjikan maka perlu dipahami tentang L/C, Oleh karena itu Penulis tertarek untuk menulis makalah ini dengan judul Pembiyaan Letter Of Credit pada Bank Syari’ah.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1.      Apakah Pengertian Letter Of Credit ( L/C ) ?
2.      Bagaimanakah Pembiyaan Letter Of Credit pada Bank Syari’ah ?


C.    TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Manajemen Perbankan Islam penulis juga ingin manambah wawasan tentang Pembiyaan Letter Of Credit pada Bank Syari’ah, dan sebagai pengingat di kala lupa bagi pembaca pada umumnya , serta untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi disekitar  kita terkait pembahasan ini .
  



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Letter Of Credit L / C
Letter of Credit secara sederhana merupakan Pengambilalihan tanggung jawab pembayaran oleh pihak lain ( dalam hal ini diambil alih oleh Bank ) atas dasar permintaan pihak yang dijamin ( Applicant / Pembeli / Nasabah Bank) untuk melakukan pembayaran kepada pihak penerima jaminan ( Beneficiary / Penjual ) berdasarkan syarat dan kondisi yang ditentukan dan disepakati.
Sebagaimana BG, LC juga merupakan fasilitas non dana, dimana Bank dalam hal ini bertindak sebagai wakil dari Pembeli - menggunakan akad Wakalah bil Ujrah - untuk pengurusan dokumen, sementara untuk pembayaran penyelesaian transaksinya dapat menggunakan dana Nasabah sendiri maupun menggunakan fasilitas pembiayaan dari Bank dengan akad seperti yang telah di uraikan sebelumnya (Piutang Murabahah, Piutang Istishna, Mudharabah atau Musyarakah).
Dalam transaksi L/C Impor Syariah, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1.      Syarat objek yang dijamin pembayarannya oleh L/C Syari'ah
Objek yang dijamin oleh L/C Impor Syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.       Transaksi tersebut merupakan kewajiban dari Importir sendiri. Jadi L/C Impor tidak boleh diterbitkan untuk hal-hal yang bukan merupakan kewajiban Importir, seperti: untuk kegiatan konsumtif atau untuk kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan penerbitan  L/C impor tersebut.
b.  Jelas nilai dan spesifikasinya, antara lain mata uang yang digunakan dan waktu pembayaran.
c.       Objek yang dijamin tidak bertentangan dengan syariah (tidak diharamkan).
2.  Penetapan imbalan jasa (ujroh) Bank. Dalam menetapkan besarnya imbalan yang harus diterima oleh Bank tidak boleh dalam bentuk presentase, melainkan harus dalam jumlah nominal yang tetap dan jumlah tersebut harus dinyatakan pada awal akad.
Jadi, dalam kasus di atas, pada saat ditanda-tanganinya akad antara PT. Priyatama Perkasa dengan Bank, harus dilangsung ditentukan bahwa pada setiap pembukaan L/C Impor, Bank Syariah akan mendapat  fee ( ujroh ) sebesar Rp. 2jt misalnya. Tidak boleh disebutkan bahwa fee tersebut merupakan sekian persen dari nilai L/C Impor yang diterbitkan. Hal inilah salah satu yang membedakan antara konsep syariah dengan konsep konvensional.
3.      Nasabah harus memberikan dana yang sama dengan jumlah tagihan, atau jika nasabah tidak memiliki dana, maka bank dapat memberikan Qardh ataupun pembiayaan mudharabah dengan system pengembalian baik secara mencicil maupun secara tunai.
Risiko Dalam SkemaJasa Penerbitan L/C Impor syariah:
Ø  Risiko pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh ketidak mampuan importir membayar tagihan penyelesaian L/C. Untuk mengantisipasi Risiko gagal bayar tersebut, Bank Syariah bisa meminta kepada Importir (nasabah) untuk memberikan jaminan tertentu yang dapat dieksekusi menurut hukum posisitf. Antara lain: Hak Tanggungan atas tanah dan bangunan, fidusia atas tagihan penjualan ikan hias tadi kepada end user, gadai deposito, atau jaminan perorangan (personnal guarantee) dari pemegang saham PT. Priyatama Perkasa.
Ø  Risiko Pasar, yang disebabkan kesulitan Bank memperoleh valuta asing yang diperlukan pada waktu pembayaran.
Ø  Risiko reputasi yang disebabkan oleh ketidak mampuan Bank Syariah memenuhi komitmen yang di janjikan.
Ø  Risiko operasional yang disebabkan oleh ketidak handalan manajemen teknologi informasi

B.     Pembiyaan Letter Of Credit pada Bank Syari’ah
Sistem keuangan Islam sekarang ini, dalam perkembangannya tidak hanya diminati di negara – negara yang penduduknya mayoritas beragama islam, tetapi juga telah menarik perhatian para bankir Barat terutama Eropa. Metode pembiayaan Islam telah dipandang sebagai suatu tantangan sekaligus peluang bagi mereka yang berkecimpung dalam bisnis keuangan modern di Barat. Hal ini dimungkinkan terutama adanya fenomena masyarakat industri yang didorong oleh tuntutan klien dalam nuansa bisnis modern.
Dalam masyarakat demikian, selalu timbul kesediaan dari pihak pengelola lembaga keuangan untuk senantiasa mendengarkan dan terus mempelajari perkembangan dan pengalaman bank-bank Islam yang diperkirakan akan menjadi sebuah trend baru dalam sistem keuangan dunia (Ikhwan Abidin Basri; Sistem Keuangan Islam sebuah Alternatif; 2002) Prospek perdagangan internasional yang terus mengalami perkembangan dewasa ini, antara lain melalui kegiatan ekspor impor, merupakan salah satu peluang yang besar bagi perbankan syariah untuk ikut menggembangkan bisnisnya dalam tingkat internasional.
Ada banyak hal yang dapat dikembangkan oleh perbankan syariah melalui kegiatan ekspor – impor ini diantaranya ikut ambil bagian dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, maupun sebagai sarana pembayaran.
Secara umum terdapat 4 (empat) metode pembayaran dalam perdagangan
internasional : (Edward G. Hinkelman ; 2002)
a.        Cash in Advance (Pembayaran di muka) ; importir membayar sebelum barang yang dipesannya dikirim. Persyaratan ini menuntut agar pembeli memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan dan kemauan penjual untuk menyerahkan barang yang dipesannya. Pada pembayaran sistem ini, memberi keamanan yang terbesar kepada eksportir tetapi memberi risiko terbesar bagi importir.
b.      Open Account ( Perhitungan Kemudian ); Eksportir sepakat untuk membayar dalam waktu yang telah ditetapkan, biasanya dalam waktu 30, 60, atau 90 hari. Dengan demikian eksportir mengandalkan kemampuan dan kemauan importir untuk membayar barang yang telah dikirimkannya. Pada sistem pembayaran ini, memberi risiko yang kecil bagi importir, tetapi eksportir menanggung risiko yang besar.
c.       Documentary Collection ; adalah cara pembayaran yang sama dengan metode cash on delivery (COD/tunai begitu barang diserahkan). Ekspotir menyerahkan barang kepada importir tetapi juga menyerahkan dokumen, termasuk bill of lading (dokumen kepemilikan barang) melalui bank dengan instruksi untuk menyerahkan dokumen tersebut setelah importir membayar melalui bank tersebut. Setelah importir memperoleh dokumen kepemilikan (bill of lading), dia memiliki hak untuk mendapatkan barang yang dikirimkan tersebut.
d.      Letter of Credit ; adalah janji bank untuk membayar eksportir atas nama importir sepanjang eksportir eksportir memenuhi persyaratan dan kondisi yang ditetapkan dalam letter of credit. Letter of credit memberi kedudukan keamanan dan risiko sama baik kepada eksportir maupun importir .
Letter of Credit merupakan salah satu metode pembayaran yang paling sering
digunakan dalam transaksi ekspor – impor . Hal ini dikarenakan L/C menawarkan jaminan terbaik bagi pihak eksportir bahwa barang yang dijual secara internasional akan dibayar. Jaminan ini timbul dari kenyataan bahwa kewajiban membayar dengan L/C terletak ditangan bank pembeli bukan ditangan pembeli.
Pada hakikatnya L/C adalah sebuah surat yang mengalihkan kelayakan menerima kredit pembeli kepada sebuah bank. Sebuah L/C dapat dianggap sebagai jaminan berkondisi yang dikeluarkan oleh bank atas nama pembeli ditujukan kepada penjual untuk memastikan pembayaran bila penjual memenuhi syarat yang tercantum dalam L/C (Warren J. Keegan diterjemah oleh Alexander Sindoro; 1997 ).
Dalam pembukaan suatu L/C tersangkut beberapa pihak yakni importir sebagai opener/applicant, Bank didalam negeri sebagai opening bank, atau lazim juga disebut issuing bank, koresponden bank di luar negeri yang disebut advising bank, dan eksportir sebagai penerima L/C yang disebut beneficiary.
Letter of Credit merupakan salah satu jenis produk jasa yang dapat diterapkan pada bank syariah. Mekanisme L/C pada bank syariah dan bank konvensional pada umumnya sama seperti mekanisme pada bank konvensional. Namun demikian, terdapat perbedaan mendasar antara mekanisme bank syariah dan bank konvensional, yakni terletak pada akadnya serta kesepakatan jumlah upah atau ujrah atau fee pada awal kesepakatan antara importer dengan bank yang merupakan imbalan atau jasa yang dilakukan pihak bank pengurus L/C .
Akad penerbitan L/C melalui bank syariah harus ditentukan dari awal oleh
bank syariah sebagai opening bank dan importir sebagai applicant. Penentuan jenis akad tersebut akan mempengaruhi bentuk dan tanggung jawab masing-masing pihak. Disamping itu pula ada penerapan bunga pada bank konvensional tidak dapat diterapkan pada penerbitan L/C pada bank syariah.
Praktek penerbitan L/C pada bank syariah merupakan suatu mekanisme yang
bersifat komperhensif. Komperhensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek
kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah)( M. Syafi’I Antonio ; 2000) .
Pada setiap tahapan penerbitan L/C, para pihak harus konsisten menerapkan prinsip – prinsip syariah. Permasalahan dapat timbul berkaitan dengan praktek pelaksanaannya yang dapat menimbulkan benturan dengan ketentuan syariah.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34 /DSN – MUI/ IX/2002 tentang L/C Impor Syariah, bahwa membolehkan bank syariah menerapkan pembiayaan dengan penerapan L/C, yaitu :
1.      Wakalah bil Ujrah
2.       Qard
3.      Murabahah
4.      Salam / Istisha
5.      Mudharabah
6.       Musyarakah
7.       Hawalah
Penerbitan L/C diawali dengan perjanjian ekspor impor yang mencantumkan dalam salah satu klausa perjanjiannya bahwa metode pembayaran dalam transaksi tersebut akan menggunakan L/C. Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menganut asas kebebasan berkontrak, maka para pihak bebas untuk menentukan isi perjanjian, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan – ketentuan dalam buku III KUHPerdata hanya berlaku bila para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjiannya.
Dengan demikian, penerbitan L/C sebagai metode pembayaran dalam perjanjian ekspor impor sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, mengikat sebagai undang – undang bagi para pihak yang membuatnya.

Ada beberapa pihak yang terkait dalam penerbitan. Ditinjau dari segi hukum,
hubungan masing-masing pihak yang terkait dari transaksi tersebut meliputi hubunganhubungan yang akan dijelaskan berikut ini :
a.       Hubungan hukum Pemohon ( importir / applicant ) dan Penerima ( eksportir / beneficiary ), adalah perjanjian atau kontrak dasar yang mendasari penerbitan L/C ialah kontrak penjualan yang memuat hak dan kewajiban eksportir dan importer. Klausul pembayaran dengan L/C harus terlebih dahulu dimuat dalam kontrak tersebut.
b.      Hubungan hukum Pemohon ( applicant ) dan Bank Penerbit ( Issuing Bank ) , hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit didasarkan pada kontrak yang dinamakan permintaan penerbitan L/C. Permintaan penerbitan L/C diperlukan dalam rangka merealisasi cara pembayaran sebagaimana yang diatur dalam kontrak penjualan. Jika bank penerbit setuju melaksanakan permintaan pemohon, maka bank penerbit menerbitkan L/C. Permintaan penerbitan L/C dan kontrak penjualan antara eksportir dan importer terpisah satu sama lain.
c.       Hubungan hukum Bank penerbit ( Issuing Bank ) dan penerima ( beneficiary ), adalah hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima lahir atas dasar L/C yang diterbitkan bank penerbit yang disetujui penerima. Persetujuan penerima terhadap L/C diwujudkan melalui pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C kepada bank penerbit. Tetapi, penerima tidak berkewajiban untuk untuk menyetujui L/C yang diterbitkan oleh bank penerbit. Sebelum L/C disetujui penerima, maka L/C merupakan kontrak sepihak dari bank penerbit yang tidak mengikat penerima. L/C diterbitkan atas dasar permintaan penerbitan L/C, tetapi kedua kontrak ini terpisah satu sama lain.
d.      Hubungan hukum Bank Penerbit ( Issuing Bank ) dan Bank Penerus ( Advising  / Negotiating Bank ) , adalah hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus didasarkan pada instruksi bank penerbit kepada bank penerus yang disetujui bank penerus. Bank penerbit memberi instruksi kepada bank penerus untuk meneruskan L/C. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus adalah hubungan keagenan, dimana bank penerbit bertindak sebagai principal dan bank penerus sebagai agen. Hak dan kewajiban kedua bank ini diatur dalam instruksi bank penerbit yang dimuat dalam L/C.
e.       Hubungan Hukum antara bank penerus ( Advising / Negotiating Bank ) dan penerima ( beneficiary ), adalah hubungan hukum antara bank penerus dan penerima tergantung dari fungsi yang dilakukan oleh bank penerus sesuai dengan persyaratan L/C. Bank penerus dapat berfungsi sebagai penerus semata-mata, bank pengkonfirmasi, bank penegosiasi, bank pembayar, atau bank pengaksep.
Mekanisme L/C pada bank syariah dan bank konvensional pada umumnya sama seperti mekanisme pada bank konvensional. Namun demikian, terdapat perbedaan mendasar antara mekanisme bank syariah dan bank konvensional, yakni terletak pada akad serta tidak diperbolehkan adanya bunga dalam pelaksanaannya. Menurut istilah, akad yaitu pertalian ijab dengan qabul menurut cara-cara yang diisyaratkan yang berpengaruh terhadap objeknya serta tanggung jawab masing-masing pihak yang terkait dalam penerbitan L/C tersebut.
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34 /DSN – MUI/ IX/2002 tentang L/C Impor Syariah, bahwa membolehkan bank syariah menerapkan pembiayaan dengan penerapan L/C, yaitu :
1.      Wakalah bil Ujrah , adalah pelimpahan, pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama dan untuk kepentingan dan tanggungjawab sepenuhnya oleh pihak pertama. Dalam pendelegasian tersebut ditentukan upah (ujrah/fee) atas pelaksanaan tugas oleh pihak yang mewakili.
2.      Qard, adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
3.     Murabahah, adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
4.    Salam / Istisha, salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan dimuka. Istisha hampir menyerupai salam, namun pada Istisha tidak wajib mempercepat pembayaran dan tidak ada penjelasan jangka waktu pembuatan dan penyerahan, serta tidak adanya barang seperti itu di pasar.
5.  Mudharabah, adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan bila rugi ditanggung oleh pihak pemberi modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
6.      Musyarakah, adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
7.      Hawalah, adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Letter of Credit secara sederhana merupakan Pengambilalihan tanggung jawab pembayaran oleh pihak lain ( dalam hal ini diambil alih oleh Bank ) atas dasar permintaan pihak yang dijamin ( Applicant / Pembeli / Nasabah Bank) untuk melakukan pembayaran kepada pihak penerima jaminan ( Beneficiary / Penjual ) berdasarkan syarat dan kondisi yang ditentukan dan disepakati.
Prospek pengembangan perbankan syariah di Indonesia memiliki prospek yang cerah. Dengan telah beroperasionalnya beberapa bank di Indonesia dengan prinsip syariah serta dengan masuknya lembaga – lembaga keuangan internasional ke dalam usaha jasa keuangan syariah dapat merupakan indikator bahwa usaha perbankan syariah ini memang prospektif.
Dalam kancah persaingan bisnis baik pada tingkat nasional maupun internasional dewasa ini, perbankan syariah diharapkan mampu memacu peningkatan penggembangan produk-produknya tidak hanya menonjolkan kepada sisi aspek agama saja yang hanya menggarap pasar terhadap mereka yang loyal terhadap sistem syariah, namun juga mampu menarik minat masyarakat luas yang hanya mendasarkan kepada keuntungan rasional saja baik dari dalam maupun luar negeri.

B.     SARAN
Letter Of Credit merupakan Produk Perbankan yang tidak hanya ada pada bank Konvensional, tapi juga ada dalam Perbankan Syari’ah, Oleh karena itu marilah kita gunakan dan utamakan produk – produk perbankan yang berbasis Syari’ah sehingga kita tidak perlu ragu dan selalu nyaman dalam bertransaksi.


DAFTAR PUSTAKA

Artikel “Perbankan Syariah Dorong Kelembagaan yang Bersih”, Kompas, 01
Oktober 2003
Edward G. Hinkelman, Metode Pembayaran Bisnis Internasional, Penerjemah Hesti
Widyadiningrum, Jakarta, Penerbit PPM, 2002.
Ikhwan Abidin Basri, Artikel “Sistem Keuangan Islam Sebuah Alternatif”, Republika
Online, 20 November 2001.
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press,
            Cetakan Pertama, Jakarta, Maret 2001.
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Suharto,dkk, Konsep,Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Tim
Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Penerbit
Djambatan, Jakarta, 2003.
Siswono Yudohusodo, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, PT. Citra
 Aditya Bandung, Bandung, 2001.
Warren J. Keegan diterjemah oleh Alexander Sindoro, Manajemen Pemasaran
 Global,Edisi Bahasa Indonesia, Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, Jakarta,
 1997.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar